Kamis, 28 Mei 2009

RESUME PENDIDIKAN

Pendidikan Nilai :
Program Pendidikan LVEP

Panduan Pelatihan bagi pendidik
I. MERANCANG PELATIHAN
Sesi awal pendidikan Nilai adalah suatu program pendidikan dimulai di musim panas tahun 1997di Oxford, Inggris. Sejak saat itu program tersebut meledak di seluruh dunia. TTT biasanya berupa pelatihan selama lima atau enam hari. TTT disusun untuk melatih para pendidik berpengalaman dan pelatih guru untuk mengadakan sesi pelatihan pendidik LVEP.
Pelatihan pendidikan adalah suatu seminar bagi para pendidik yang bekerja dengan anak-anak atau remaja dalam kelas mereka sendiri. Sebagian besar seminar LVEP adalah pelatihan pendidik dan bukan TTT. Suatu sesi dapat disebut Pelatihan guru LVEP, Seminar pendidikan LVEP, atau pelatihan pendidik LVEP, Bergantung pada negara atau preferensi dari pelatih. Juga, dengan memperhitungkan keterbatasan waktu dari peserta, Pelatihan pendidik LVEP dapat berlangsung dalam jangka waktu yang berbeda. Sebagian besar berlangsung dalam satu sampai tiga hari.

Deskripsi tentang pelatihan LVEP
Selama pelatihan Pendidikan Nilai : Suatu Program Pendidik, para pendidik berpartisipasi dalam sesi penyadaran nilai-nilai. Mereka diminta untuk merefleksikan nilai-nilai mereka sendiri, menyampaikan gagasan mereka mengenai elemen dalam suatu suasana berbasis nilai, dan membayangkan suatu suasana kelas yang optimal.
Setelah guru-guru membahas gagasan mereka mengenai cara terbaik dalam mengajar, model teori LVEP, dan ide dasar di balik berbagai aktivitas nilai disajikan. Ini kemudian diikuti oleh satu sesi atau lebih yang terkait dalam aktivitas nilai LVEP untuk anak ataupun remaja. Pelatihan ini kemudian berlanjut pada yang lebih lama, keterampilan ini akan meliputi pemahamann penggerak serta membangun perilaku secara positif; mendengar secara aktif; memecahkan konflik; membuat peraturan yang bertanggung jawab; dan disiplin berbasis nilai.



Kualifikasi peserta dan status Terkini
Pelatihan pendidik
Pelatihan Pendidik LVEP ditujukan bagi para pendidik yang memiliki minat pada pendidikan berbasis nilai.
Pelatihan ini tidak terbatas hanya pada pendidik profesional bergelar sarjana. Banyak orang tua yang bekerja dengan anak-anak telah menunjukkan minat dan komitmen terhadap kesadaran nilai dan pengembangan keterampilan sosial yang positif. Individu seperti pemimpin pramuka dan sukarelawan dapat memimpin aktivitas nilai dengan cukup berhasil.

TTT untuk pelatih Guru
Peserta untuk TTT LVEP sebaiknya adalah para pendidik profesional. Diantaranya adalah guru, pelatih guru, pekerja dibidang pendidikan, dan psikolog yang telah memiliki keterampilan dalam memberikan pelatihan kepada orang dewasa atau memfasilitasi suatu kelompok. Secara ideal, mereka sebaiknya sudah mengikuti suatu seminar singkat mengenai pendidik LVEP dan menerapkan aktivitas nilai dengan anak-anak atau remaja. Mereka sebaiknya ditujukan sebagai pelatih guru LVEP dan memiliki komitmen untuk melakukan minimal dua sesi pelatihan pendidik LVEP di komunitas atau negara mereka sendiri.

Fasilitator untuk Orang Tua
Mereka yang berminat dalam kelompok Orang tua Pendidikan Nilai sebaiknya adalah psikolog, pelatih orang tua atau guru dengan latar belakang dibidang psikolog dan memiliki keterampilan fasilitator.
Tujuan kami adalah untuk membuat para profesional yang memiliki pengalaman dengan kelompok orang tua terbiasa dengan proses kelopmpok orangtua dalam pendidikan nilai, serta terhadap beberapa keterampilan tambahan sebagai orangtua.
TTT dapat menambahkan satu atau dua hari tambahan pada akhir seminar bagi peserta yang ingin memfasilitasi kelompok orang tua pendidikan nilai.


Fasilitator untuk aktivitas nilai bagi pengungsi dan anak-anak korban perang.
Karena adanya situasi tertentu untuk negara yang berbeda, mungkin terdapat permintaan untuk melatih guru-guru yang juga pengungsi dan tinggal dalam kamp pengungsian. Pelatihan ini memerlukan minimal sepuluh hari. Mereka kemudian mungkin dapat menggunakan program ini selama setahun, guru-guru dengan keterampilan presentasi yang baik mungkin akan mengikuti pelatihan 10 hari lagi untuk belajar menjadi pelatih untuk kamp pengungsian di daerah tersebut.

Tujuan Pelatihan
Tujuan untuk suatu pelatihan pendidik LVEP
Tujuannya adalah:
• Mengenal Pendidikan nilai adalah suatu program pendidikan dan suatu kerangka kerja di dalamnya dengan pembelajaran berbasis nilai dapat diterapkan didalam suatu sistem.
• Mengekplorisasi keterampilan untuk menciptakan suatu suasana atau etos berbasis nilai.
• Berpartisipasi dalam suatu proses yang terbuka dan aktif, mengekplorasi cara-cara di mana nilai-nilai dapat di ekspresikan dan dimodelkan.
• Bekerja dengan tim untuk menjalani aktivitas nilai untuk anak-anak.
• Memiliki jaringan kerja dengan pendidik-pendidik lain yang memiliki komitmen terhadap pengembangan diri yang positif untuk anak-anak.
• Menciptakan sikap antusias untuk terlibat dalam LVEP dan pendidikan nilai-nilai.







Tujuan untuk suatu melatih-pelatih LVEP
Tujuan suatu TTT bagi peserta akan mencakup tujuan yang tercantum diatas, dan juga:
• Mengenal komponen-komponen tertentu dalam panduan pelatihan pendidik LVEP.
• Memahami pentingnya bagi seorang pelatih untuk menciptakan suatu suasana penghargaan dan kasih berbasis nilai selama proses pengajaran dan pembelajaran dalam suatu pelatihan pendidik LVEP.

Menentukan Komponen-Komponen Pelatihan
Komponen pelatihan adalah blok pembangun suatu pelatihan LVEP. Daftar berikut menunjukkan komponen pelatihan dalam susunan presentasi yang disarankan.
Susunan Presentasi yang disarankan
Komponen pelatihan
1. Sesi Perkenalan
2. Kesadaran Nilai
3. Menciptakan suatu suasana berbasis Nilai
4. Komponen LVEP
5. Aktivitas Nilai dengan pendidik
6. Keterampilan untuk menciptakan suasana berbasis nilai
7. proses evaluasi
8. Form evaluasi dan monitor
9. menggunakan panduan pelatihan pendidik (hanya TTT)
10. Keterampilan presentasi (hanya TTT)
11. Tujuan dan strategi Implementasi
12. sesi penutup.





Menilai Kebutuhan kelompok
Penting untuk menilai kebutuhan kelompok. Apakah itu sekolah lokal atau sekolah distrik? Contohnya, untuk suatu Pelatihan pendidik untuk dua sekolah, Anda perlu berbicara dengan kepala sekolah atau komite pendidik yang menangani masalah pelatihan. Pertama pastikan bahwa mereka sudah mengenal LVEP dan sebagian dari aktivitas nilai. Kemudian, ulas komponen pelatihan dan bahas kebutuhan didaerah tersebut. Jika masalah disiplin sangat ditekankan, mereka mungkin memerlukan seluruh empat sesi dari keterampilan untuk menciptakan suatu suasana berbasis nilai.

Waktu (jam)
Tentukan waktu pelatihan sesuai dengan kebutuhan kelompok dan tempat pelatihan anda. Jika di sekolah, anda secara spontan akan mengatur waktu pelatihan pendidik tersebut untuk mulai pukul 7.30 pagi dan sebagian lagi pada pukul 9.00. Sebagian sekolah mungkin menginginkan satu atau dua hari sesi pelatihan dan yang lainnya mungkin minta anda untuk mengadakan beberapa seminar singkat setelah jam sekolah. Untuk pelatihan diluar sekolah, Anda akan memiliki keleluasaan yang lebih besar dan bahkan anda bisa mengatur waktu bebas disore hari untuk mengunjungui tempat-tempat yang menarik. Waktu pelatihan yang akan ditunjukkan dalam contoh agenda pelatihan berikut menunjukkan waktu yang diperkenankan dan urutan komponen pelatihan dengan durasi yang berbeda. Jangan menjadwalkan pelatihan lebih dari delapan jam perhari.

Sentuhan sedikit aktivitas Nilai
Dalam sesi perkenalan, Anda akan melihat sebagian aktivitas perkenalan yang berupa permainan. Anda mungkin perlu memasukkan satu atau dua permainan atau beberapa aktivitas nilai yang lain. Sebagai contoh, Anda mungkin dapat meminta kelompok untuk menyanyikan suatu lagu pada akhir sesi pertama atau kedua, atau pada pelatihan diluar sekolah, tugaskan mereka untuk melakukan satu dari aktivitas kesederhanaan, seperti berjalan-jalan atau menulis puisi. Pikirkan satu aktivitas nilai yang mereka senangi, dan buatlah setiap orang menjadi bersemangat.

II. KOMPONEN-KOMPONEN PELATIHAN
 SESI PERKENALAN
• Langkah Pertama : Ucapan selamat datang
Mengucapkan Selamat datang kepada peserta. Jika pelatihan diselenggarakan oleh suatu universitas, Departemen Pendidikan, sekolah, atau organisasi lain, Anda dapat meminta pimpinan organisasi tersebut untuk membuka sesi ini dengan pidato atau sambutan singkat mengenai pendidikan berbasis nilai.

• Langkah kedua : Menempatkan pelatihan dalam konteks yang tepat
Kebutahan akan pendidikan berbasis nilai
Selalu penting untuk melihat relevansi pelatihan ini dengan sistem pendidikan terkini. Anda mungkin perlu mengaitkan pelatihan ini dengan situasi pendidikan terkini dalam suatu negara, kebutuhan atau masalah yang dihadapi para guru atau hal-hal penting didaerah tersebut.
Sambutan pembuka yang tercantum dibawah ini adalah beberapa contoh. Anda dapat menggunakannya untuk mrnstimulasi pikiran anda sendiri, atau mengaitkannya dengan satu atau dua hal yang anda rasa akan menarik untuk kelompok anda.

Sambutan pembuka, Alternatif A
Laporan UNESCO dan Delors, Belajar: Harta Terpendam
Semakin banyak pendidik di seluruh dunia dan berbagai organisasi pemerintah dan non pemerintah mencari cara-cara untuk memperkenalkan pendidikan berbasis nilai. Hal ini merupakan jawaban dari kecemasan kita mengenai anak-anak dan meningkatknya tingkat kekerasan, bunuh diri, ketergantungan, dan pelecehan dalam masyarakat. Adanya kesadaran yang meningkat bahwa dimensi yang hilang dalam sistem pendidikan diseluruh dunia adalah kurangnya perhatian pada area emosional.
Laporan Delor UNESCO terakhir, Belajar: harta terpendam mencantumkan peranan dasar dari pendidikan dalam pengembangan pribadi dan sosial serta kebutuhan untuk membangun kesadaran dan kemampuan untuk beroperasi dalam nilai-nilai kemanusiaan yang kita semua miliki.
Dalam pendidikan berbasis nilai, anak dikenal sebagai suatu individu, seorang manusia lengkap dengan fungsi lengkap sebagai dirinya bersama dengan keberadaan yang lain. Setiap aspek manusia terkait satu dengan yang lain; area kognitif tidak dapat dipisahkan dari area emosi. Pendidikan nilai: Suatu Program Pendidikan Menyediakan alat bagi pendidik untuk memperkenalkan suatu pendekatan pendidikan berbasis nilai.

Sambutan Pembuka, Alternatif B
Para Pendidik adalah Pahlawan
Diseluruh dunia, Media menyalahkan para pendidik akan menurunnya nilai ujian dan persoalan yang berkaitan dengan kaum muda dewasa ini. Pandangan negatif ini sangat bertentangan dengan gambaran sesungguhnya. Saya melihat para pendidik yang berdedikasi dan pekerja keras, menyayangi murid-murid, berjuang untuk memotivasi dan mengajar. Saya melihat guru-guru mereka yang secara terus-menerus memberikan respons terhadap kebutuhan kaum muda dan kebutuhan masyarakat.
Tetapi, tetap terdapat perbedaan sangat besar dalam dua puluh atau tiga puluh tahun terakhir dalam hal sikap dan perilaku murid secara keseluruhan. Ditahun-tahun terakhir ini, dua kecenderungan secara khusus telah meningkatkan tantangan dalam membesarkan dan mendidik anak-anak: meningkatnya konsumerisme dan kekerasan dalam media hiburan. Hal-hal ini sangat mempengaruhi keluarga-keluarga, menggeser waktu dan fokus dari kondisi sebelumnya dan adanya perubahan nilai-nilai budaya dan spiritual.
Kekerasan dalam dunia hiburan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kaum muda. Film bernuansa kekerasan, program televisi dan video tidak hanya mengagungkan kekerasan, mereka mengabaikan nilai kemanusiaan dan penghargaan. Ketika kata-kata, sikap, dan ekspresi yang tidak sopan menjadi biasa, perasaan terluka, kesepian, keterasingan, dan kemarahan pada gilirannya menjadi umum dialami anak-anak, remaja, dan bahkan dewasa. Ketika hubungan memburuk dan tingkat perceraian meningkat, banyak anak hanya memiliki sedikit orang dewasa yang memperhatikan dalam kehidupan mereka.
Secara tradisional, nilai-nilai disampaikan oleh orang tua dan lingkungan. Panggilan akan nilai-nilai dalam pendidikan memaksa para guru untuk menjadi pahlawan untuk mengisi kekosongan dalam masyarakat. Hal ini meminta para pendidik menjadi perintis dalam menyadari bahwa teknologi dan materi tidaklah cukup.

Sambutan Pembuka, Alternatif C
Spirit dari Inisiatif Pendidikan nilai
Pendidikan Nilai: Suatu program pendidikan Memberikan suatu sarana bagi pendidikan diseluruh dunia untuk bersatu berkarya, berbagi, dan berdialog karena program ini mengenalkan keseluruhan rangkaian dari pengalaman pendidikan berbasis nilai. Kerja sama yang kooperatif ini telah membuahkan hasil yang positif dalam keragaman bentuk pendidikan. Setiap pendidik memberikan kontribusi dengan cara yang berbeda, tetapi setiap orang tetap mengekplorasi aksi pendidikan yang optimal yang memiliki nilai pada intinya. Sebagian dari gagasan-gagasan ini menciptakan situasi pengajaran dan pembelajaran yang simultan ketika nilai-nilai menjadi alat untuk membangun, mengintegrasikan, dan berbagi dimana pembelajaran bersifat efektif dan merupakan ekspresi dari apa yang kita yakini dan alasan hidup kita. Program ini memberikan suatu alternatif penting yang membuat anak-anak dan remaja mampu mengeksplorisasi dan memahami nilai-nilai sambil mereka terlibat dalam kegiatan sekolah sehari-sehari.
Ketika Nilai Kebudayaan: Suatu Program Pendidikan Berkembang, semakin jelas bahwa nilai-nilai merupakan kunci yang membuat kita mampu menyadari, menghadapi, dan mengatasi tantangan yang ada dalam dunia dewasa ini. Program ini telah memberikan kepada banyak pendidik perasaan baru mengenai relevansi pendidikan aktivasi pendidikan bebasis nilai adalah proyek yang merupakan persiapan rill untuk kehidupan. Dalam tahun-tahun belakangan, para pendidik di seluruh dunia, komunitas pendidikan, organisasi pendidikan yang berbeda, dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) telah berpartisipasi secara sungguh-sungguh dalam program ini. Kerja sama ini telah menciptakan harapan akan dunia yang lebih baik dan masa depan yang jujur.
Sebagai pendidik kita dapat menggali pengalaman belajar yang menciptakan suatu tempat bagi siswa untuk merefleksikan nilai-nilai mereka sendiri dan implikasi praktisnya.


Sambutan Pembuka, Alternatif D
Konvensi PBB mengenai hak-hak anak
Sidang umum PBB pada 20 november 1989 telah menerapkan konvensi mengenai hak-hak anak.

Sambutan Pembuka, alternatif E
Menambahkan suatu dimensi nilai pada model multiple intelligence dari howard gardener.
Peter Williams, seorang kepala guru dari inggris , menemukan bahwa pemikir dengan ‘otak kiri’ dapat memahami nilai-nilai dengan sangat mudah ketika model ditampilkan.
Satu dari banyak model yang berguna untuk mengidentifikasikan kualitas manusia dan potensi manusia adalah Multiple Intelligence dari howard Gardener. Model ini menunjukkan bahwa terdapat delapan dimensi pembelajaran yang saling terkait yang membuat mengidentifikasikan keterampilan, kemampuan, dan perilaku dalam setiap orang, mereka adalah :
• Dimensi tubuh/Kinestetik,yang berkaitan dengan pergerakan fisik dan olah raga,
• Dimensi Lingkungan/Etika, yang berkaitan dengan hubungan kita dengan dan perhatikan kita terhadap lingkungan.
• Dimensi Logis/Matematis, yang berkaitan dengan keterampilan sebab-akibat yang logis dan abstrak.
• Dimensi musik/ritmik, yang berkaitan dengan pola suara dan tone.
• Dimensi Interpersonal, yang berkaitan dengan hubungan manusia dan manusia serta komunikasi.
• Dimensi Intrapersonal, yang berkaitan dengan refleksi diri, bagaimana kita berpikir dan kesadaran akan realita spiritual.
• Dimensi Verbal/Linguistik, yang berkaitan dengan kata-kata tertulis dan
lisan.
 Dimensi Visual/Spasial, yang berkaitan dengan penglihatan,usaha artistik,
dan imajinasi mental.



Pentingnya Dimensi Intrpersonal
Menempatkan Dimensi Intrapersonal sebagai penghubung roda menguatkan pemahaman bahwa :
1. Setiap tindakan berasal dari diri kita sendiri, apakah itu berkaitan dengan
tubuh,
Lingkungan, logika, musik, interpersonal, verbal atau visual.
2. Kita semua memiliki kepastian untuk berkembang dalam setiap dimensi
dengan
Derajat kesuksesan yang berbeda, bergantung pada usaha dan kesempatan.
3. Seluruh proses belajar, berpikir, dan tindakan dimulai dengan pikiran dalam
diri
Sendiri dan dimiliki oleh diri sendiri.
4. Waktu untuk tetap dalam diri sendiri, untuk memadukan gagasan dan
Merefleksikan, sama penting dengan menjadi aktif secara praktis.
5. Cinta belajar, cinta akan subjek tertentu, keinginan mendapatkan
kebahagiaan
Dan cinta akan kemanusiaan dimulai dari diri sendiri.
6. Pintu kepada era kesempatan yang baru dan kemungkinan dimasa datang
Berpusat pada pemahaman akan diri sendiri.
7. Karena jantung dari seluruh pembelajaran adalah kepastian untuk
memahami
Dan mengembangkan kualitas inti kita sehingga kita dapat menghubungkannya
Satu sama lain dengan kesopanan, kejujuran, saling menghargai, tanggung
Jawab, dan toleransi.

Model ini menawarkan kesempatan bagi setiap individu untuk berkembang sesuai dengan kepastiannya sendiri, usaha dan jenis pembelajaran yang diinginkan, dimana setiap dimensi dan jalan pengetahuan di berikan nilai yang sama dan bobot yang sama untuk setiap jeruji dan juga penghubung.
Ini adalah model yang menyambut baik:
1. Logika otak dan pembelajaran linier serta usaha individu sama banyaknya
Dengan pembelajaran kreativitas, imajinasi, gagasan, dan holistik.
2. Suatu pengetahuan dan penghargaan akan subjektivitas keberadaan manusia
Sama seperti pengukuran objektif.
3. Nilai akan pembelajaran emosi dalam individu sama banyaknya dengan
Pembelajaran kognitif.


Pendidikan Nilai : Suatu Pendidikan membuka pintu pemahaman dan menawarkan strategi personal untuk bertindak dalam dimensi pembelajaran interpersonal.

• Langkah Ketiga : Sejarah dan tinjauan Mengenai LVEP
 Transparansi 1: Mengekplorasi dan mengembangkan Nilai-Nilai
universal untuk suatu dunia yang lebih baik.
Pendidikan Nilai: Suatu Program Pendidikan adalah suatu program pendidikan nilai. Program ini menawarkan berbagai pengalaman aktivitas nilai dan metodologi praktis untuk mengekplorisasi dan mengembangkan dua belas nilai utama individu dan sosial-dua belas nilai-nilai universal: kedamaian, Penghargaan, Cinta, Kebahagiaan, Kebahagiaan, Kebebasan, Tanggung jawab, Kejujuran, Kerendahan Hati, Toleransi, Kesederhanaan, Kerja sama, dan Persatuan.

 Transparansi 2: Pendidikan Nilai: Suatu program pendidikan
adalah suatu kemitraan antara para pendidik di seluruh dunia
Program ini didukung oleh UNESCO, di sponsori oleh Spanish National
Committee dari UNICEF, Planet Society, dan Brahma Kumaris, dengan bimbingan Education Cluster UNICEF (New York).

 Transparansi 3: Maksud
Maksud program ini adalah memberikan panduan prinsip dan alat untuk pengembangan manusia utuh, menyadari bahwa setiap individu terdiri dari dimensi fisik, intelektual, emosional, dan spiritual.

 Transparansi 4: Tujuan
Tujuannya adalah:
1. Untuk membantu setiap individu berpikir dan merefleksikan nilai-nilai yang
berbeda serta implikasi praktis dalam menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kaitannya dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan dunia secara keseluruhan.
2. Untuk menggali lebih dalam pemahaman, motivasi, dan tanggung jawab
yang berkaitan dengan membuat pilihan individu dan sosial yang positif.
3. Untuk memberi inspirasi kepada individu untuk memilih nilai individu
sosial, moral, dan spiritual pribadi, dan menyadari metode praktis untuk mengembangkan dan menggali lebih dalam nilai-nilai ini.
4. Untuk mendorong pendidik dan penanggung jawab untuk memperlakukan
pendidikan dengan membekali siswa dengan filosofi hidup, karenanya memfasilitasi seluruh pertumbuhan, pengembangan, dan pilihan mereka sehingga mereka dapat mengintegrasikan diri mereka kedalam lingkungan dengan penghargaan, kepercayaan diri sendiri serta tujuan.

 Transparansi 5: Berbagi Nilai untuk suatu Dunia yang Lebih baik
Berbagi Nilai untuk suatu dunia yang lebih baik adalah nama dari suatu
Proyek internasional yang dimulai tahun 1995 oleh Brahma kumaris untuk merayakan ulang tahun PBB ke-50. Proyek ini berfokus pada nilai-nilai universal. Temanya diambil dari suatu pandangan dalam pembukaan Piagam PBB adalah “untuk menguatkan kembali keyakinan dalam hak-hak asasi manusia dalam kejayaan dan kekayaan manusiawi seseorang”.

 Transparansi 6: “Kelahirannya”
Pendidikan Nilai: Suatu Buku panduan diciptakan sebagai bagian dari
Proyek internasional, Berbagi nilai untuk suatu dunia yang lebih baik.
Pendikan Nilai: Suatu zinisiatif Pendidikan (LVEI) lahir ketika dua puluh pendidik dari seluruh dunia berkumpul dikantor pusat UNICEF di New York pada Agustus 1996 untuk membahas kebutuhan anak, pengalaman mereka dalam bekerja dengan nilai-nilai dan bagaimana pendidik dapat mengintegrasikan nilai-nilai tersebut untuk menyiapkan siswa secara lebih baik akan pembelajaran sepanjang hidup mereka. Menggunakan Pendidikan Nilai: Suatu buku Panduan dan “konvensi mengenai Hak-Hak anak” sebagai suatu kerangka kerja, dua puluh pendidik dari lima benua ini mengidentifikasi dan sepakat akan maksud dan tujuan dari pendidikan berbasis nilai secara global bail di negara maju maupun berkembang.
 Transparansi 7: Alat untuk pendidik Living Values (Pilihan)
Sebagai akibat dari pertemuan pada tahun 1996 di kantor pusat UNICEF,
Alat Untuk pendidik living values siap di luncurkan pada Februari 1997. Alat ini mulai didistribusikan dan sejak saat ini memperoleh momentumnya.
Alat ini terdiri dari dua belas bagian:
1. Mengatur konteksnya
2. komitmen
3. Manual untuk pendidik
4. Blueprint: Kurikulum Berbasis Nilai
5. Pendidikan Nilai untuk Anak Usia 2-7
6. Pendidikan Niali untuk Anak Usia 8-14
7. Pendidikan Nilai untuk Remaja
8. Modul untuk orang tua/Wali
9. Lampiran untuk Pendidikan Nilai
10. Evaluasi
11. Melatih pelatih
12. Modul untuk pengungsi

 Transparansi 8: Enam buku LVEP
Isi dari alat untuk Pendidik Living Values yang asli telah diperluas dan dibagi menjadi enam buku pada tahun 1999 dan awal 2000.
Berikut ini adalah buku-buku yang mengacu pada komponen LVEP.
1. Pendidikan Nilai untuk anak usia 3-7 (Living Values Activities for Children
Ages 3-7)
2. Pendidikan Nilai untuk anak usia 8-14 (Living Values Activities for children
Ages 8-14)
3. Pendidikan nilai untuk Remaja (Living values Activities for young Alduts)
4. Panduan Pelatihan Pendidik LVEP (LVEP Educator Training Guide)
5. Pendidikan Nilai Kelompok Orang tua: Panduan Fasilitator (living values
parent
Parent groups = A Facilator Guide)
6. Pendidikan Nilai untuk pengungsi dan Anak-anak korban perang (Living
values
Activities for refuges and children Affected by war)

 Transparansi 9: Di mana kita sekarang
Pada April 2000, lebih dari 1.800 tempat di 64 negara telah menggunakan LVEP. Para pendidik menyatakan bahwa siswa terbuka terhadap aktivitas nilai dan menunjukkan minat dalam mendiskusikan dan menerapkan nilai-nilai. Guru – guru melihat bahwa para siswa tampak lebih percaya diri, lebih menghargai orang lain, dan menunjukkan peningkatan dalam keterampilan individu dan sosial yang positif dan kooperatif.
Terdapat sesi-sesi TTT untuk daerah yang berbeda, begitu juga TTT Oxford tahunan yang mengundang para pendidikan di seluruh dunia untuk berpartisipasi pada TTT, para pendidik menjadi pelatih LVEP untuk pendidik lain, dan fasilitator dilatih untuk melakukan pendidikan Nilai kelompok Orang tua. Pelatihan pendidik LVEP dilakukan dibanyak daerah dan negara. Pelatihan ditawarkan kepada negara-negara dengan kamp pengungsi dan anak-anak korban perang.

 Transparansi 10: Berlaku di 64 Negara
Materi LVEP telah digunakan pada tempat-tempat di 64 negara.

UNICEF
UNICEF (The United Nations Education Fund for children dana pendidikan anak PBB) di beri mandat oleh General Assembly PBB untuk bekerja bagi perlindungan hak asasi anak, untuk membantu mereka memenuhi kebutuhan dasar dan untuk memperluas peluang untuk mencapai potensi mereka secara utuh.
UNICEF menggerakkan kekuatan politik dan sumber daya untuk membantu negara-negara, terutama negara berkembang, menjamin suatu “sikap mendahulukan kepentingan anak” dan untuk membangun kapasitas mereka untuk membentuk kebijakan yang tepat dan memberikan jasa kepada anak-anak dan keluarganya. Ini adalah organisasi independen dan bantuan yang diberikan bebas dari diskriminasi.
Tujuan UNICEF, melalui program negaranya adalah mendorong terciptanya kesetaraan hak perempuan dan anak perempuan serta untuk mendukung partisipasi penuh mereka dalam pengembangan politik, sosial, dan ekonomi di lingkungan mereka.


• Langkah ke empat: Aktivitas Perkenalan
Terdapat banyak macam aktivitas perkenalan. Pilihlah satu yang sesuai dengan kondisi dan jumlah peserta. Jika Anda memiliki lebih dari tiga puluh peserta, anda perlu mempertimbangkan memainkan suatu permainan daripada acara perkenalan peserta satu persatu. Perkenalan individu dapat dilakukan dalam sesi berikut dalam pelatihan dengan kelompok yang lebih kecil.

Perkenalan Peserta
Mintalah setiap orang untuk mengenalkan diri, menyebutkan nama dan satu kalimat tentang topik yang relevan.
Sebagai contoh, mengatakan mengapa mereka tertarik pada pengembangan nilai, atau sebutkan dua nilai yang mereka ingin lihat di dalam lingkungan kita atau di dunia.

Dialog dengan Mitra
Minta peserta untuk berbagi dengan seorang mitra jawaban-jawaban mereka untuk pertanyaan berikut :
1. Dengan binatang apa anda mengidentifikasikan diri? Mengapa?
2. Apa harapan anda dengan mengikuti kursus ini?
3. mengapa anda disini?

Kemudian, minta mereka untuk menceritakan harapan-harapan mereka. Catat jawaban mereka di flipchart, kemudian beri komentar tentang bagaimana tema kursus ini berhubungan (atau tidak berhubungan) dengan harapan mereka.

• Langkah kelima: Menyajikan agenda dan aturan-aturan dasar
Contoh Peraturan Dasar seperti dibawah ini, di berikan oleh Carol Gill. Buatlah peraturan anda sendiri dengan kelompok. Satu atau dua peraturan juga memadai.
Contoh peraturan dasar
• Mulai dan akhiri tepat waktu.
• Dengar secara aktif. Dengarkan dari hati.
• Singkat. Tidak ada “kotak sabun”
• Bangun berdasarkan gagasan setiap orang.
• Tidak ada gagasan yang buruk.
• Tinggalkan “koper” di luar.
• Tidak ada karet yang kendur.
• Ciptakan jaringan kerja.
• Buatlah mukjizat terjadi.
• Bersenang-senang!



 KESADARAN NILAI
• Sesi pertama: Nilai-Nilai kita, pengembangan Nilai pada anak-anak
Berikut ini terdapat satu skenario karena beberapa pelatih meminta cukup rinci dalam bentuk format ini.
Sambutan Pembuka
“Nilai-nilai mempengaruhi hidup kita setiap saat. Mereka merupakan kekuatan pembimbing dalam setiap hal yang kita lakukan dan ingin kita capai. Jika nilai-nilai tersebut sejalan dengan tindakan kita , kita berada dalam keharmonisan.

Proses
Mainkan lagu yang menenangkan, dan mulai latihan Refleksi berikut. Sediakan. Sediakan cukup waktu untuk memberikan jawaban. Di usulkan adanya waktu-waktu jeda beberapa saat, tetapi bergantung pada setiap kelompok. Amati ketika selesai.
Gagasan lain yang mungkin dapat anda pilih untuk dibagi adalah: Nilai dan potensi (virtue) adalah pada satu bidang. Kita gunakan nilai sebagai potensi (virtue) ketika kita mengalami dan memperlakukan orang dalam kehidupan kita dengan kualitas tersebut. Sementara itu, menjadi nilai ketika kita memperlakukan setiap orang dengan kualitas tersebut, dan menggunakannya untuk membuat keputusan positif dalam hidup kita.

Isi
“LVEP berdasarkan tiga asumsi utama.”
“Asumsi pertama dibangun berdasarkan suatu ideologi dalam pembukaan piagam PBB, ‘untuk menegakkan kembali kebenaran dalam hak asasi manusia, dalam keagungan dan kekayaan manusia...”
1. Nilai universal mengajarkan penghargaan dan harga diri untuk setiap
Manusia. Belajar untuk menerapkan kedua nilai ini akan mendorong terciptanya kondisi yang lebih baik individu dan masyarakat luas.
2. Setiap siswa sungguh menaruh perhatian akan nilai dan memiliki kapasitas untuk secara positif menciptakan dan mempelajarinya jika mereka diberi kesempatan.
3. Siswa berkembang dalam suatu suasana barbasis nilai dalam suatu lingkungan
Yang positif dan aman dari sikap saling menghargai dan mengasihi dimana siswa dianggap mampu belajar untuk membuat pilihan sadar sosial.

• Sesi kedua: Eksplorasi Nilai kita sebagai Guru
Setiap fasilitator memiliki gaya yang berbeda, dan peserta memiliki kebutuhan yang berbeda. Guru mempengaruhi apa yang diperlihatkan oleh siswa dan mengembangkan semangat untuk itu. Guru memindahkan cinta mereka akan perhatian terhadap lingkungan, keyakinan mereka akan kedamaian.
Sebagai manusia kita semua mengajarkan apa yang telah kita pelajari sebagai manusia, hanya melalui sikap, kata-kata dan perilaku kita. Karenanya penting untuk mengetahui bahwa kita menyampaikan pesan. Ini adalah bagian dari apa yang menciptakan suasana didalam kelas.

 MENCIPTAKAN SUASANA BERBASIS NILAI
Nilai adalah sikkat yang memberi arti dalam hidup kita. Nilai mewarnai realitas manusia dengan cara-cara pemahaman yang baru, menciptakan dalam diri kita keinginan untuk melaksanakan rencana-rencana kita.
Pendidikan Nilai
Pendidikan nilai adalah suatu istilah payung umum untuk berbagai elemen pendidikan yang merupakan dasar dari setiap pendidikan dan sekolah. Elemen-elemen ini meliputi Nilai, perilaku, kepribadian, sosial dan kesehatan.

 KOMPONEN-KOMPONEN LVEP
Model teori LVEP mendorong terciptanya suatu suasana berbasis nilai dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas pendidikan untuk manusia penuh. Suatu suasana berbasis nilai dapat didefinisikan sebagai suatu daerah yang penuh perhatian, penghargaan, positif, dan aman bagi seseorang untuk berkembang dan belajar.
Model teori LVEP juga mendorong penciptaan siklus pemberdayaan dan kesempurnaan, melalui suatu sarana untuk menguji siklus ketidaklengkapkan, terluka, ketakutan., penolakan, menyalahkan, dan kemarahan dengan tujuan untuk menghilangkan hal-hal ini. Tujuannya adalah untuk memperbaiki secara positif kualitas pendidikan, dan memperkuat pengembangan siswa dalam hal keterampilan emosi dan sosial yang positif melalui pembelajaran mengenai niali-nilai universal.
Seperti yang telah di sebutkan sebelumnya,Berikut ini adalah buku-buku yang mengacu pada komponen LVEP :
• Panduan Pelatihan Pendidik LVEP
Buku ini menggabungkan informasi dari alat bantu pendidik living values
dengan pengalaman-pengalaman dari para pendidik yang melakukan seminar pelatihan pendidikan nilai di 21 negara selama fase pertama program.
Buku ini menawarkan informasi pelatihan LVEP potensial mengenai LVEP, Sesi-sesi yang dirancang bagi pendidik untuk mengeksplorasi kesadaran nilai, menciptakan suatu suasana berbasis nilai dan keterampilan untuk menciptakan suatu suasana seperti itu.

• Panduan nilai kelompok orang tua: panduan bagi fasilitator
Buku ini menawarkan baik proses maupun isi bagi fasilitator yang tertarik untuk melakukan pendidikan nilai kelompok orang tua dengan orang tua dan wali untuk lebih memahami keterampilan yang penting dalam mendorong dan secara positif mengembangkan nilai-nilai pada anak.

• Living values Activities for refugees and children-Affected-by-war
Program untuk anak-anak korban perang ini adalah serangkaian aktivitas khusus yang memberi anak-anak kesempatan untuk memulai proses penyembuhan sambil belajar tentang kedamaian. Pelajaran sehari-hari memberikan alat untuk bebas dan berhubungan dengan kepahitan sambil mengembangkan keterampilan adaptasi sosial dan emosional yang positif.

• Living Values activities for chikdren Ages 3-7
Anak-anak pada tingkat usia ini biasanya mengembangkan perilaku berbasis nilai dalam suatu suasana berbasis nilai. Aktivitas ini termasuk kelompok melingkar (circle groups) dengan diskusi dan refleksi mengenai nilai, tetapi terutama menawarkan peluang untuk melakukan dan mengekplorasi nilai-nilai melalui latihan Quietly Being (Menjadi sesuatu secara tenang),cerita-cerita, lagu-lagu, permainan, pergerakan, dan aktivitas nilai lain.

• Living Values Activities for Children Ages 8-14
Aktivitas nilai untuk anak-anak umur 8-14 terdiri dari sasaran dan tujuan, naskah pendidikan nilai sehari-hari, cerita, permainan, dan gagasan untuk suatu pameran nilai. Berbagai ragam aktivitas digunakan untuk melibatkan siswa dalam mengeksplorasi dan mengembangkan nilai pada tingkat intra dan interpersonal.

• Living values Activities for young adults
Kisaran yang luas mengenai masalah dan keterampilan pribadi dan emosional dibahas dalam program ini dengan tujuan untuk melibatkan siswa berusia lima belas tahun keatas dalam suatu eksplorasi yang menyenangkan, tetapi serius mengenai nilai-nilai yang berkaitan dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan mereka, dan dunia.

 AKTIVITAS NILAI DENGAN PARA PENDIDIK
Aktivitas-Aktivitas Nilai dalam kelompok.
Dalam bagian pelatihan ini, pendidik dibagi dalam kelompok-kelompok untuk mengalami sebagian Living Values. Dalam sebagian besar pelatihan, pembimbing bertindak sebagai guru dengan kelompok.











 Faktor-Faktor yang harus dipertimbangkan
Kelompok umur
Pelatih perlu tahu sebelumnya usia siswa dengan siapa para peserta bekerja. Sebagai contoh, dalam satu pelatihan sekolah dasar, pembimbing akan menggunakan aktivitas dari Living Values Activities for Children Ages 3-7 and Ages 8-14. Terdapat tiga tingkat usia untuk tujuan pelatihan, sesuai dengan rentang umur dari buku-buku Living Values,
• Anak, Usia 3-7
• Anak, Usia 8-14
• Remaja

Suatu Pendekatan Penglaman
Terdapat berbagai cara mendekati para pendidik ketika memperkenalkan Living Values. Pendekatan yang diambil dalam manual ini adalah pengalaman.

Kelompok-Kelompok Aktivitas Nilai dan TTT
Selama TTT, pelatih dan pembimbing memiliki alternatif lain untuk dipertimbangkan: Akankah peserta adalah pendidik pelatihan pada berbagai tingkat usia? Jika ini yang terjadi, bagilah peserta kedalam kelompok-kelompok, dan beri setiap kelompok kesemapatan untuk melakukan aktivitas nilai pada setiap dari ketiga tingkat umur.

Pembimbing
Secara ideal, pembimbing haruslah seorang pendidik yang telah mengajar aktivitas nilai, seorang yang sangat bersahabat dan mampu menjadi model penciptaan suatu suasana berbasis nilai. Fasilitator/pelatih keseluruhan pelatihan sebagai bertemu dengan para pembimbing untuk membahas keseluruhan pelatihan dan menjelaskan prosesnya.




Selama Waktu Aktivitas Nilai, Lakukan Aktivitas LVEP
Menggunakan aktivitas Living Values membantu peserta menjadi lebih terbiasa dengan isi program. Peserta sebaiknya memiliki satu kopi buku Living Values pada awal sesi. Pembimbing disarankan untuk mengulas beberapa hal dari buku tersebut dengan kelompok sebelum membimbing aktivitas.

 KETERAMPILAN PRESENTASI UNTUK ORANG DEWASA (HANYA UNTUK TTT)
Hampir semua pendidik bekerja dengan anak-anak atau remaja dalam sebagian besar waktunya. Beberapa di antaranya adalah instruktur untuk para guru dan terbiasa untuk mengubah gaya mengajar. Ketika menyelenggarakan LVEP, sangatlah penting untuk dapat memenuhi kebutuhan pembelajaran peserta dewasa.

Instruktur LVEP memainkan berbagai fungsi
Sebagai instruktur atau fasilitator pelatihan pendidik LVEP atau TTT, Anda bertanggung jawab atas terciptanya suasana memastikan terjadinya pengalaman pembelajaran yang positif bagi peserta. Karena pelatihan yang anda selenggarakan tentang belajar yang berdasarkan nilai-nilai, Anda akan di harapkan untuk menciptakan suasana yang hangat, penuh perhatian, penuh penghargaan untuk setiap peserta, dan menyenangkan. Sangatlah penting untuk memahami keterampilan tim yang melakukan presentasi. Para instruktur harus mempersiapkan agenda kerja dengan institusi pengundang dan diperlengkapi untuk membantu alur proses sehingga mengalir lancar, atau membantu mengevaluasi hasil pelatihan.

Instruktur sebagai Perencana Pertemuan yang efektif
Instruktur perlu menjadi perencana pertemuan yang efektif. Beberapa orang menyebutkan bahwa tanggung jawab dan perilaku instruktur dan atau Tim perencana LVEP, meliputi
• Mengadakan evaluasi kebutuhan dengan institusi pengundang untuk merencanakan agenda yang cocok dengan komponen-komponen pelatihan yang relevan,
• Menyiapkan tempat yang akan memberikan pengalaman belajar menyenangkan,
• Menyampaikan tujuan-tujuan pelatihan kepada para peserta sebelum dimulainya pelatihan,
• Dan menyiapkan material-material yang menjadi pegangan peserta, termasuk agenda dan materi-materi LVEP.

Instruktur sebagai Fasilitator kelompok yang efektif
Beberapa orang menyebuatkan bahwa tanggung jawab dan perilaku seorang fasilitator kelompok yang efektif meliputi:
• Mengevaluasitarget-target setiap sesi dengan peserta,
• Memanfaatkan berbagai peralatan belajar seperti kuliah dan proses imajinasi,
• Mampu menghasilkan contoh-contoh yang cocok untuk kelompok peserta,
• Menghargai dan mendukung setiap peserta,
• Mengamati semangat kelompok dan tanda-tanda nonverbal lainnya serta melakukan penyesuaian,
• Ketika memberikan pertanyaan, gunakan pertanyaan terbuka,
• Memberikan ruang, ketenangan, dan waktu kepada peserta untuk berpikir lebih mendalam dan merespons dan mendengarkan.

 TARGET DAN STRATEGI IMPLEMENTASI
Para instruktur perlu merencanakan sesi ini dengan institusi pendidikan pengundang, sebelum pelaksanaan pelatihan.
Faktor – Faktor yang perlu dipertimbangkan selama sesi perencanaan tersebut adalah sebagai berikut :
Waktu yang diperlukan
Ketika melakukan pelatihan mitra kerja sama,atau sekolah dari distrik lain yang jaraknya jauh, perlu dialokasikan beberapa jam waktu perencanaan selama seminar LVEP. Untuk pelatihan lain, peserta mungkin memerlukan waktu yang singkat untuk melakukan perencanaan.





Siapa yang Harus berada dalam setiap Tim perencanaan?
Tim dapat dibentuk berdasarkan:
• Area – sekolah, distrik, negara atau kawasan regional
• Peran – guru sekolah menengah, para guru, kepala sekolah, guru pendidikan nilai-nilai, instruktur untuk guru, pejabat kementrian/departemen, dosen, wakil dari institusi yang bekerja sama.

Kapan Waktu yang tepat untuk memulai proses perencanaan selama pelatihan?
Jika beberapa jam sudah disediakan untuk proses perencanaan didalam waktu pelatihan, akan sangat baik menyertakan sesi singkat untuk menyusun target setelah sesi merumuskan kembali mimpi (Rekindling the Dream) . Hal ini dapat dilakukan secara informal, dengan meminta peserta untuk membahas target tentatif dalam kelompok-kelompok kecil, atau cukup dengan menanyakan apa yang mereka inginkan untuk murid mereka.

Rencana yang lengkap
Pilihan lain adalah bagi tim sekolah setempat untuk diberi kesempatan menerapkan keterampilan yang telah mereka pelajari, dengan mengembangkan model teoretis yang berhubungan dengan tempat pendidikan mereka. Minta mereka untuk menyebutkan nilai plus dan minus, dan mengidentifikasikan etos sekolah mereka. Kemudian, buat suatu rencana untuk meningkatkan yang plus dan berhubungan dengan yang minus. Selanjutnya, tuliskan strategi implementasi dalam suatu rencana kerja, tulis secara spesifik tenggat waktu dan orang yang bertanggung jawab.

Bagaimana Memperkenalkan Suatu kurikulum Berbasis nilai
Beberapa sekolah menginginkan informasi tentang bagaimana bekerja dengan staf sekolah mereka ketika memperkenalkan suatu program pendidikan nilai.




Alasan
Tentukan mengapa anda ingin memiliki kebijakan untuk mengenalkan suatu kurikulum berbasis nilai. Pertimbangkan isu-isu seperti tekanan yang diberikan masyarakat terhadap anak-anak ketika mereka tumbuh, misalnya secara konstan dicekoki oleh paham materialisme. Pertimbangan isu-isu yang terkait dengan konteks sekolah anda, seperti tujuan sekolah dan kisaran kelompok anak-anak yang dilayani.

Metode
• Ciptakan suatu iklim diseluruh sekolah ketika nilai-nilai dilihat sebagai hal yang penting dalam memperkuat kurikulum. Diskusikan mengenai etos disekolah anda dan perhatikan cara anda melakukan sesuatu disekolah. Pertimbangkan hubungan-hubungan, perilaku, dan sikap. Pikirkan bagaimana sekolah anda dapat memberikan kontribusi untuk pengembangan spiritual, moral, sosial, dan budaya murid-murid. Identifikasi topik-topik yang dapat memberikan kontribusi yang spesifik.
• Untuk dapat menciptakan suatu iklim sekolah yang positif, haruslah terdapat komitmen dari staf bahwa pendidikan barbasis nilai adalah inti dari misi sekolah.

Guru – Guru Kunci
Identifikasi guru-guru kunci yang dapat berperan sebagai fasilitator utama. Guru-guru ini, dengan antusiasme, komitmen yang memastikan nilai-nilai berada dalam inti kurikulum.
Berikan waktu kepada guru-guru kunci untuk menganalisis etos sekolah yang ada saat ini, dengan menentukan unsur-unsur dari praktik baik yang telah berjalan. Memberikan penghargaan atas praktik-praktik baik yang ada adalah kunci untuk mendorong para guru untuk mengembangkan pendidikan berbasis nilai.


Kesimpulan
Sangatlah penting bahwa seluruh staf merasa terlibat dalam proses ini sehingga pertimbangan harus diberikan dalam pendidikan yang sedang dijalankan. Sepanjang dilaksanakannya proses, komunikasikan perkembangannya dengan orang tua dan komunitas sekolah yang lebih luas.
Kebijakan Pendidikan Nilai di sekolah Dasar dan Taman Kanak-kanak West kidlington
Sasaran
Untuk meningkatkan standar dengan mempromosikan suatu etos sekolah yang dibangun oleh nilai-nilai utama yang mendukung pengembangkan seluruh anak sebagai pelajar yang relektif.

Dasar
Di west kidlington kami memberikan perhatian besar terhadap nilai-nilai yang kami coba untuk dipromosikan didalam sekolah. Secara terus-menerus kami memikirkan nilai-nilai utama kami dan bagaimana sekolah dapat mempertahankan etos yang mendukung murid sebagai pelajar yang reflektif serta meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran.
Sebagai sekolah milik masyarakat, kami percaya bahwa etos sekolah harus dibangun pada dasar nilai-nilai utama seperti kejujuran, penghargaan, kebahagiaan, rasa tanggung jawab, toleransi, dan perdamaian. Nilai-nilai ini pada waktu-waktu tertentu akan dibahas secara langsung melalui pelajaran dan aktivitas program keagamaan, sementara pada waktu lain nilai-nilai ini akan tercermin dalam keseluruhan kurikulum.

Unsur-unsur Pengajaran dan pendidikan
Unsur dari nilai – nilai pendidikan adalah sebagai berikut.
• Memastikan bahwa nilai-nilai sekolah konsisten dengan nilai-nilai murid yang didorong untuk di kembangkan.
• Dengan mempromosikan secara aktif kebijakan seluruh sekolah yang telah mendapat dukungan seluruh staf dan dipimpin serta dimonitor oleh kepala sekolah.
• Melalui suatu program dewan sekolah yang memperkenalkan nilai-nilai bulanan, murid-murid didorong untuk terlibat dalam mengeksplorasi pemahaman mereka akan nilai-nilai didalam dewan yang mereka pimpin sendiri.
• Oleh staf, yang membuat model nilai melalui perilaku mereka.
• Dengan memastikan bahwa nilai-nilai diajarkan secara implisit melalui setiap aspek kurikulum.
• Melalui kegiatan dari dewan pelajar disekolah.
• Dengan melibatkan seluruh staf,pengasuh, dan orang tua dalam program – program nilai. Hal ini dilakukan melalui surat-surat ederan dan pertemuan yang menjelaskan bagaimana rumah dan sekolah dapat bekerja sama untuk mempromosikan nilai-nilai positif.

 SESI PENUTUPAN
Sesi Penutupan Dapat termasuk Beberapa unsur
• Tim dapat melaporkan kembali pada sesi Plenary tim aktivitas nilai dan tim
Perencanaan dapat menjelaskannya. Alokasikan waktu untuk setiap grup.
• Tampilkan lagu atau bakat-bakat lain beberapa kelompok telah menggunakan
Rancangan-rancangan, sketsa, musik, puisi atau tarian.
• Ceritakan pengalaman – pengalaman beberapa pelatihan LVEP diakhiri
Dengan seluruh grup duduk dalam lingkaran, setiap orang menungkapkan satu
Kalimat mengenai apa yang paling mereka sukai atau apa yang telah mereka
Pelajari.
• Hadiahkan sebuah sertifikasi LVEP kepada setiap peserta.

Selasa, 19 Mei 2009

Mau ke Mana Pendidikan Dasar Kita

Mau ke Mana Pendidikan Dasar Kita

MUNGKIN kita perlu bersyukur karena hampir semua anak Indonesia telah memperoleh akses pendidikan dasar. Meski demikian, kita juga perlu mawas diri. Dalam rangka mawas diri inilah, saya tidak tahu kita harus menangis atau tertawa jika menengok aneka indikator yang tersedia untuk dikaji.Salah satu komponen Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yaitu Rata-rata Lama Pendidikan, menunjukkan angka- angka yang kurang membanggakan, terutama setelah merdeka lebih dari setengah abad. Angka tertinggi dimiliki Jakarta (9,7 atau setara dengan lulus SLTP), terutama Jakarta Selatan (10,0 atau setara dengan kelas I SMA), dan terendah adalah Nusa Tenggara Barat (5,2 atau setara dengan kelas V SD) dan Kota Sampang, Jawa Timur (2,5 atau tidak sampai kelas III SD). Apa sebabnya? Setelah lebih dari 60 tahun pendidikan nasional pascapenjajahan, generasi dengan lama pendidikan 0-10 tahun seharusnya sudah berganti dengan mereka yang memperoleh akses lebih baik. Mari kita memeriksa dua indikator penting sebagai berikut:Akses terhadap pendidikanAkses terhadap pendidikan memberikan informasi kepada publik tentang berapa banyak anak kita yang dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan yang dibangun oleh pemerintah dan masyarakat. Indikator yang digunakan adalah: Angka Partisipasi, Angka Mengulang, Angka Putus Sekolah, Angka Kelulusan, Angka Melanjutkan, dan Angka Penyelesaian. Angka-angka ini bersumber pada data Depdiknas 2002. Di tingkat sekolah dasar (SD/MI) hampir semua indikator cukup memuaskan. Angka Partisipasi tahun 2002 cukup tinggi (APM: 94,04; APK: 113,95; dan APS: 98,53), berarti hampir semua anak usia 7-13 tahun tertampung di sekolah. Angka Mengulang (5,4 persen) dan Angka Putus Sekolah (2,7 persen) cukup rendah.Persoalan timbul ketika kita mengamati Angka Menyelesaikan (tepat waktu) dan Angka Melanjutkan. Meski kebanyakan anak yang melanjutkan ke SD/MI akan lulus, tetapi hanya sekitar 71,8 persen yang berhasil menyelesaikan sekolah tepat waktu (enam tahun). Angka Melanjutkan juga amat mengkhawatirkan, karena hanya separuh (51,2 persen) yang akhirnya melanjutkan ke SMP/MTs.Angka Partisipasi di SMP/MTs dan tingkat selanjutnya amat dipengaruhi Angka Menyelesaikan dan Angka Melanjutkan yang relatif rendah. Di tingkat SMP/MTs, Angka Partisipasi 2002 cukup tinggi (APM: 59,18; APK: 77,44; APS: 77,78) dan Angka Mengulang (kurang dari 0,5 persen untuk semua kelas) dan Angka Putus Sekolah (3,5 persen) juga cukup rendah. Sekali lagi yang mengganggu adalah Angka Menyelesaikan karena hanya 45,6 persen yang sanggup menyelesaikan sekolah tepat waktu.Kualitas pendidikanSebagai bangsa yang menyongsong kemajuan Iptek yang amat pesat, kita masih harus berkutat dengan kualitas pendidikan. Terlepas dari kesahihan standar kualitas dalam Ujian Nasional, hasil yang diperoleh adalah baik di tingkat SD/MI maupun SMP/MTs menunjukkan kurang dari 60 persen dari materi belajar yang dikuasai siswa. Ini amat merisaukan. Jika standar kualitas itu digunakan untuk menilai kualitas sekolah di tingkat SMP/ MTs, maka hanya 24,12 persen SMP/MTs yang masuk kategori "sedang" ke atas. Di antara mereka hanya 0,03 persen yang tergolong "baik sekali" dan 2,14 persen tergolong "baik".Jika rasio guru : siswa (1 : 23) dan siswa : kelas dijadikan salah satu tolok ukur kualitas, maka kesan yang diperoleh adalah standar mutu telah dipenuhi. Meski demikian, pengamatan di lapangan menunjukkan distribusi guru dan kelas memang tidak merata, terutama antara kota dan desa. Selain itu, untuk semua provinsi masih ada sekolah-sekolah SD/MI maupun SMP/ MTs yang harus melakukan jam masuk sekolah ganda (double shift) karena kekurangan ruangan. Ketersediaan Laboratorium IPA, Bahasa, dan IPS baru dinikmati 68 persen dari sekolah SMP/MTs yang ada meski tanpa ada informasi tentang kelayakan fasilitas yang ada. Kualitas fisik yang digunakan sebagai tolok ukur adalah kerusakan atau kelayakan ruang kelas. Data menunjukkan, kurang dari separuh (42,82 persen) fasilitas ruang kelas SD/MI berkategori "baik" dan pada tingkat SMP/MTs 85,78 persen dalam kategori itu.Kualitas guru sudah menjadi perhatian nasional. Kriteria kualitas ditentukan dengan prasyarat pendidikan, yaitu D2 untuk mengajar di SD/MI dan D3 untuk SMP/MTs. Berdasarkan kriteria itu, hanya 49,9 persen guru SD/MI dan 66,33 persen guru SMP/MTs yang memenuhi standar kualitas. Sayang, standar kompetensi bidang pelajaran fakultatif tidak tersedia.Akses terhadap buku pelajaran wajib merupakan tolok ukur kualitas yang penting. Pada tingkat SD akses terhadap buku adalah 75 persen untuk bidang studi Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA. Angka akses terhadap buku menyembunyikan keragaman antarprovinsi. Dari data yang tersedia masih ada kesenjangan dalam akses terhadap buku wajib yang berkisar dari 38,8 persen sampai 99,3 persen (persentase penyediaan buku yang paling rendah adalah buku IPA).Mencari solusiRata-rata akses terhadap buku pelajaran wajib pada tingkat SLTP sebesar 70 persen dengan kesenjangan berkisar dari 37,6 persen sampai 99,5 persen. Dari data yang ada, penyediaan buku-buku IPA, Fisika, dan Biologi masih terbatas. Selain akses, mutu dari isi pelajaran juga mungkin bermasalah. Menurut analisis Sri Redjeki (1997), sebagai contoh, ditemukan isi buku-buku teks biologi SD-SLTA di Indonesia tertinggal 50 tahun, begitu pula dengan buku teks geografi SLTP yang menunjukkan banyak informasi yang disajikan sudah usang.Solusi yang baik berawal dari pengetahuan yang baik atas masalah. Data-data itu tersedia di lingkungan departemen. Artinya, semua birokrat pendidikan tahu masalah dalam angka itu. Meski demikian, ada aneka masalah lain yang diketahui, tetapi tak pernah dijadikan kajian serius dalam policy making. Misalnya, kita tahu dengan subsidi pemerintah, masyarakat mampu menyekolahkan anak ke SD meski masih banyak yang terseok-seok karena biaya yang dipaksakan, yaitu buku pelajaran nonterbitan Depdiknas, seragam, sepatu, serta transportasi dan makanan (jajan) untuk anak. Pada tingkat SLTP, biaya jauh lebih besar. Persoalan ini klasik, tetapi solusi tak ada yang signifikan. Orangtua masih dipermainkan sekolah yang tidak menggunakan buku terbitan Depdiknas, membeli seragam dan membayar ongkos transpor dan makanan anak sendiri.Hal lain yang juga diketahui adalah pengelolaan pendidikan di Indonesia dilakukan Depdiknas dan departemen lain, khususnya Departemen Agama. Investasi pada sekolah di kedua departemen ini amat berbeda sehingga menciptakan kesenjangan mutu. Kita tahu sekolah-sekolah berbasis agama di bawah Departemen Agama banyak dilakukan dalam skala amat kecil sehingga anak tidak terjamin kelanjutan studinya. Masalah ini diketahui, tetapi jarang dibahas karena sensitif.Kita juga tahu banyak sekolah SD yang rusak dan tidak layak pakai, tetapi aneka keluhan bagai teriakan di padang pasir. Penyebabnya jelas, tanggung jawab pembangunan ada di tingkat kabupaten (Depdagri melalui kantor dinas). Selain persoalan korupsi, tidak semua pemerintah lokal mempunyai komitmen yang tinggi pada sektor pendidikan.Kita sadar mutu pendidikan amat ditentukan kualitas dan komitmen guru, tetapi kita tidak dapat melawan kehendak zaman yang kian alergi dengan sekolah keguruan, IKIP, atau FKIP. Profesi guru menjadi tidak menarik di banyak daerah karena tidak menjanjikan kesejahteraan finansial dan penghargaan profesional.Kita tahu untuk memperbaiki sistem pendidikan dasar secara menyeluruh diperlukan komitmen tinggi masyarakat dan pemerintah. Masalah ini sering menjadi wacana politik dan tetap tinggal sebagai wacana seperti dalam grafik berikut. (grafik)Dibandingkan dengan negara-negara serumpun, komitmen Indonesia sampai tahun 1999- 2001 adalah yang terendah. Kenyataan ini sudah lebih dari dua dasawarsa.Menghadapi semua masalah yang seharusnya dapat diatasi satu per satu secara serius, kita justru sibuk mengutak-atik kurikulum, "bermain-main" dengan Ujian Nasional, bereksperimen dengan sistem pengelolaan sekolah, sibuk dengan menata kembali peristilahan, dan mengacuhkan berbagai persoalan yang jelas-jelas ada di depan mata. Padahal, semua yang kita lakukan memerlukan sumber daya yang tidak sedikit yang akan lebih baik dialokasikan untuk menyelesaikan hal-hal yang lebih mendasar dulu. Dalam menyaksikan berbagai gebrakan Depdiknas, kita bertanya: Mau dibawa ke mana anak- anak kita? Jika pendidikan dasar dikelola seperti ini, sepuluh tahun lagi angka-angka yang sama akan kita jumpai. Semoga tidak demikian!

43 Sekolah Dasar Digabung

43 Sekolah Dasar Digabung1

LAMONGAN, Demi meningkatnya kualitas pendidikan, sebanyak 43 Sekolah Dasar di Lamongan akan digabung (regrouping). Ini juga dalam rangka efisiensi dan efektifitas pendidikan.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lamongan Mustafa Nur menjelaskan, regrouping berarti menyatukan tiga sekolah dengan satu kepala sekolah namun tetap dengan jumlah pengajar yang sama dengan sistem pararel.
Setidaknya terdapat 677 SD Negeri, dan 633 Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Lamongan, yang perlu dibenahi dan dikembangkan pengelolaannya. Agar tidak terjadi kesalahpahaman, Pemerintah Kabupaten Lamongan mensosialisasikan regrouping diantaranya untuk SD V, SD VI dan SD VII Lamongan.
Upaya regroping itu telah disosialisasikan kepada 500 orang tua SD V, VI dan VII Lamongan Kamis (24/1). “Dengan regrouping ini kualitas pendidikan ditingkatkan melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan fasilitas. Bila tiga sekolah itu di-regrouping akan menempati lahan SD V seluas 2.900 meter persegi,“ tutur Mustafa Kamis (24/1).
Wakil Bupati Lamongan Tsalits Fahami Zaka menegaskan Pemkab Lamongan akan memadukan 43 SD agar pengelolaannya bisa optimal. Jumlah lembaga di Kabupaten Lamongan sekitar 2.270 lembaga pendidikan negeri dan swasta. Agar efektif perlu perampingan lembaga.
"Regrouping didasari Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Nomor 421/68/1998. Biaya pendidikan cukup tinggi. Dengan cara menyatukan tiga sekolah sekaligus dianggap lebih efisien dan ini menjadi percontohan bagi SD lain di daerah,“ jelas Tsalist.
Dia menambahkan alasan mendasar regrouping lainnya karena masalah pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, guru, orang tua dan masyarakat. Dalam sejarahnya dulu didirikan SD Induk dan SD Intruksi Presiden (Inpres).
Menurut dia salah satu cara meningkatkan kualitas pendidikan adalah perlunya membekalali pendidikan bilingual bagi siswa SD. Salah satunya dengan cara menambahkan pelajaran bahasa China selain bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
“Kenapa Bahasa China, karena saat ini China sedang menguasai pasar Asia. Barang produksi China mendominasi pasar Internasional. Dengan menguasai bahasa China, SDM Lamongan kelak dapat berkompetisi dengan bangsa lain,“ kata Tsalist.

Sebagian Siswa Tak Tamat Pendidikan Sembilan Tahun

Sebagian Siswa Tak Tamat Pendidikan Sembilan Tahun

Pandangan masyarakat terhadap DI Yogyakarta yang selama ini dianggap sebagai kota pendidikan tak serta-merta menjamin penduduknya berkesempatan mengenyam pendidikan yang memadai. Hal tersebut setidaknya tercermin dari angka putus sekolah di DIY yang terbilang masih cukup besar jumlahnya.
Dalam kurun waktu dua tahun ajaran, yakni TA 2005/2006 dan 2006/2007, lebih dari 6.000 siswa terpaksa meninggalkan bangku sekolah. Pada TA 2005/2006, ada 2.074 siswa dari tingkat pendidikan SD hingga SLTA yang tidak melanjutkan sekolah, sedangkan TA berikutnya jumlah itu meningkat hampir dua kali lipat. Ironisnya, sebagian besar siswa tersebut, lebih dari 59 persen, terpaksa tidak melanjutkan sekolah pada jenjang pendidikan dasar sembilan tahun yang diwajibkan pemerintah, yakni SD hingga SLTP (lihat Grafis).
Tak bisa dimungkiri, wajib belajar yang didengungkan pemerintah itu penting bagi masa depan siswa sendiri. Ini karena program tersebut tidak hanya bertujuan agar semua penduduk berumur 10 tahun ke atas menjadi melek huruf, tetapi juga agar penduduk menjadi tenaga kerja yang produktif.Namun, di sisi lain tidak sedikit masyarakat, termasuk penduduk DIY, yang mengalami kesulitan biaya untuk melakukan "investasi" di bidang tenaga kerja produktif itu. Secara tidak langsung, fenomena itu tampak dari jumlah siswa putus sekolah, yang sebagian besar (2.588 siswa) berasal dari wilayah "miskin", yakni Gunung Kidul. Mereka umumnya tidak melanjutkan sekolah karena harus menghabiskan waktu untuk bekerja agar bisa membantu perekonomian keluarga.

Pemkab Banyumas Mengusulkan Rancangan Regulasi BOS

Pemkab Banyumas Mengusulkan Rancangan Regulasi BOS

BANYUMAS,Pemerintah Kabupaten Banyumas kini sedang mencoba mengusulkan regulasi ke pemerintah pusat terkait penggunaan dana biaya opera sional sekolah (BOS) yang sampai saat ini masih dalam perdebatan, terutama untuk membayar honor tugas tambahan bagi guru.
Hal itu juga menyusul ditemukannya penyimpangan penggunaan dana BOS pada beberapa sekolah di Banyumas, seperti untuk membayar pulsa telepon kepala sekolah. Apalagi hingga tahun 2008 kemarin, masih banyak ditemukan tarikan tambahan dana pendidikan oleh komite sekolah kepada orang tua siswa.
Kepala Dinas Pendidikan Banyumas Purwadi, Kamis (29/1), mengatakan, berdasarkan perhitungan sementara ini dana BOS untuk sekolah dasar (SD) sudah bisa memenuhi seluruh kebutuhan operasional pendidikan. Hal itu termasuk untuk membayar honor guru diluar tugasnya mengajar, seperti mengisi nilai rapor, tugas sebagai wali kelas, maupun tugas sebagai pemandu ekstra kurikuler.
Namun karena sampai sekarang pembayaran honor guru dari BOS itu belum ada aturan pastinya dari pemerintah pusat, maka sekarang ini pihaknya sedang berusaha mengusulkannya ke Menteri Pendidikan. "Usulan ini masih kami kaji juga, supaya bisa menghasilkan formula regulasi yang matang," kata Purwadi.
Sementara menurut Manajer BOS Srie Yono, adanya perhitungan dana BOS tersebut, seluruh SD di Banyumas kini dilarang menarik dana pendidikan tambahan apa pun kepada orang tua siswa. Namun bagi sekolah menengah pertama, masih diberikan toleransi untuk pungutan tambahan biaya pendidikan kepada orang tua siswa, antara Rp 15.000 sampai Rp 20.000 per bulan. "Untuk SD, semuanya gratis," ucapnya.
Agar pungutan dana pendidikan itu tak terjadi lagi di SD dan lebih terkontrol di tingkat SMP, Srie Yono mengatakan, pengawasan terhadap rancangan anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS) akan diperketat. "Kami akan memeriksanya per semester," lanjutnya.
Terlebih, alokasi dana BOS bagi Banyumas tahun 20 09 ini bertambah cukup besar, dari Rp 65 miliar menjadi Rp 98,2 miliar. Dengan dana sebesar itu, diperkirakan Pemkab Banyumas sudah tak perlu lagi alokasikan BOS daerah.
Namun untuk memastikan kebutuhan ril operasional pendidikan per siswa, Srie Yono mengutarakan, pihaknya bersama Badan Penilitian dan Pengembangan Pemkab Banyumas sedang menghitungnya dan mengkajinya. Hal itu karena sementara ini pihaknya masih mengacu pada aturan BOS dari pemerintah pusat, yakni Rp 397.000 per siswa per tahun untuk wajib belajar pendidikan dasar meliputi SD dan SMP. "Kalau sudah diketahui kebutuhan rilnya, maka bisa diketahui juga BOS itu sudah cukup atau belum," ujarnya.

5.151 Anak Tak Enyam Pendidikan Dasar

Kepala Dinas Pendidikan DIJ Prof Suwarsih Madya PhD mengakui, pendidikan di DIJ saat ini belum merata. Ada beberapa kantong keluarga miskin yang belum terjamah program wajib belajar, baik sembilan tahun maupun 12 tahun. Itu terbukti dengan masih adanya sekitar 5.151 anak miskin yang belum mengenyam pendidikan dasar.
“Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Misalnya, mereka tidak memiliki beaya untuk sekolah dan budaya orang tua yang mendiskreditkan pendidikan. Keduanya harus diatasi dengan pendekatan berbeda,” ujar Suwarsih, menanggapi kritikan gubernur DIJ akan ketidakmerataan pendidikan di wilayahnya kemarin.Mereka yang tak bisa menikmati bangku sekolah karena miskin, menurut Suwarsih, bisa diatasi dengan beasiswa. Misalnya, melalui program retrieval. Hanya, kemungkinan pemberian beasiswa belum merata sehingga ada warga miskin yang tidak kebagian.
“Untuk itu, dalam waktu dekat saya akan meminta kepala dinas pendidikan kabupaten dan kota untuk fokus terhadap kantong keluarga miskin. Warga miskin harus didekati dengan pendekatan khusus. Ubah paradigma berpikir yang mengatakan banyak lulusan sekolah yang juga menjadi pengangguran. Itu salah satu pemikiran warga miskin yang menafikan arti penting pendidikan,” tegas guru besar UNY ini.
Ditegaskan mantan diplomat ini, tingginya anak putus sekolah tidak hanya karena faktor kemiskinan. Tapi juga budaya. Ada keluarga kaya tapi tidak ingin anaknya sekolah. Sebab menurut mereka sekolah itu tidak penting.
“Yang penting ya bekerja dan cari uang yang banyak. Mereka tidak mengetahui bahwa pendidikan juga bermanfaat untuk membentuk pribadi yang tangguh, bertanggung jawab, mandiri, dan beradab,” tambahnya.Angka partisipasi kasar (APK) SD/MI DIJ mencapai 109 persen. Tetapi masih ada sekitar 5.000 anak miskin yang tidak sekolah di SD. “Memang saatnya APK tidak menjadi satu-satunya acuan bahwa pendidikan telah merata. Perlu ada indikator yang lain,” tutur Suwarsih.

UN SMA Diintegrasikan dengan Seleksi Masuk PTN

UN SMA Diintegrasikan dengan Seleksi Masuk PTN

SENIN, 13 APRIL 2009 | 19:44 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Penggunaan ujian nasional SMA/SMK/MA tahun 2009 sebagai salah satu pertimbangan masuk ke jenjang perguruan tinggi negeri mulai dicoba. Selain melibatkan perguruan tinggi negeri dalam pelaksanaan ujian nasional di jenjang pendidikan menengah, nantinya materi soal yang sudah ada di ujian nasional tidak diulang lagi dalam ujian masuk perguruan tinggi negeri.

Fasli Jalal, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas di Jakarta, Senin (13/4), menjelaskan pengakuan terhadap hasil ujian nasional (UN) SMA sederajat oleh perguruan tinggi itu diharapkan sudah bisa berjalan secara baik pada 2012 atau tujuh tahun setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional. Di dalam aturan itu disebutkan UN merupakan salah satu pertimbangan untuk masuk ke jenjang pendidikan berikutnya.

Menurut Fasli, integrasi UN SMA sederajat yang dimulai dengan seleksi masuk perguruan tinggi negeri (PTN) itu dimulai dengan melibatkan PTN dalam pelaksanaan UN yang selama ini dilaksanakan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan pemerintah daerah. PTN ikut memberikan masukan untuk meningkatkan kualitas soal-soal UN SMA sederajat.

Selain itu, PTN juga ikut dalam mengawasi pelaksanaan, pendistribusian soal-soal ke daerah, penilaian, hingga pengumuman. Langkah tersebut untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan UN SMA sederajat sehingga hasilnya tidak lagi diragukan PTN.

"Sudah disepakati apa yang diujikan di UN SMA tidak diuji lagi dalam Seleksi Nasional Masuk PTN. Ujian SNMPTN lebih untuk melihat potensi akademik calon mahasiswa," kata Fasli.

Adapun soal pembobotan nilai UN SMA sederajat dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru di PTN, kata Fasli, masih belum diputuskan. Para rektor PTN sedang mengevaluasi mengenai pengakuan hasil UN untuk seleksi masuk di masing-masing PTN.

Jika hasil UN SMA sederajat sudah diakui kredibilitas dan kualitasnya, kata Fasli, bisa saja PTN menetapkan nilai batas minimal untuk calon mahasiswa yang bisa mendaftar pada ujian masuk di setiap kampus. Dengan demikian, seleksi awal sudah terjadi dari hasil UN sesuai yang diminta PTN.

Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo di sela-sela acara peresmian gedung di lingkungan Universitas Terbuka di Tangerang, mengatakan mengintegrasikan UN SMA sederajat dengan seleksi masuk PTN nantinya akan lebih mudah dan murah. "Bisa saja nanti juga dipakai untuk seleksi masuk di perguruan tinggi swasta," kata Bambang.

Gumilar R Somantri, Rektor Universitas Indonesia, mengatakan integrasi UN dengan seleksi masuk merupakan gagasan dan terobosan yang baik. Tetapi tetap perlu kajian yang mendalam untuk bisa menyatukan kepentingan sekolah dan perguruan tinggi.

Bagi UI yang didorong untuk menjadi world class university, kata Gulilar, memilih calon mahasiswa berkualitas dan bepotensi akademik cemerlang, merupakan syarat penting. Dalam ujian mandiri yang dilaksanakan UI seperti SIMAK UI, bobot soal dibuat melampaui UN.