Senin, 18 Mei 2009

INFRASTRUKTUR PENDIDIKAN JARAK JAUH

INFRASTRUKTUR PENDIDIKAN JARAK JAUH


1. APA ITU PENDIDIKAN JARAK JAUH (DISTANCE LEARNING) ?

Pendidikan jarak jauh adalah sekumpulan metoda pengajaran dimana aktivitas pengajaran dilaksanakan secara terpisah dari aktivitas belajar. Pemisah kedua kegiatan tersebut dapat berupa jarak fisik, misalnya karena peserta ajar bertempat tinggal jauh dari lokasi institusi pendidikan. Pemisah dapat pula jarak non-fisik yaitu berupa keadaan yang memaksa seseorang yang tempat tinggalnya dekat dari lokasi institusi pendidikan namun tidak dapat mengikuti kegiatan pembelajaran di institusi tersebut. Keterpisahan kegiatan pengajaran dari kegiatan belajar adalah ciri yang khas dari pendidikan jarak jauh.

Sistem pendidikan jarak jauh merupakan suatu alternatif pemerataan kesempatan dalam bidang pendidikan. Sistem ini dapat mengatasi beberapa masalah yang ditimbulkan akibat keterbatasan tenaga pengajar yang berkualitas. Pada sistem pendidikan pelatihan ini tenaga pengajar dan peserta didik tidak harus berada dalam lingkungan geografi yang sama.

Tujuan dari pembangunan sistem ini antara lain menerapkan aplikasi-aplikasi pendidikan jarak jauh berbasis web pada situs-situs pendidikan jarak jauh yang dikembangkan di lingkungan di Indonesia yakni bekerja dengan sama mitra-mitra lainnya. Secara sederaha dipahami sistem ini terdiri dari kumpulan aplikasi-aplikasi yang dapat digunakan sebagai alat bantu dalam kegiatan pendidikan jarak jauh hingga penyampaian materi pendidikan jarak jauh tersebut dapat dilakukan dengan baik.

Sarana penunjang dari pendidikan jarak jauh ini adalah teknologi informasi. Kemunculan teknologi informasi dan komunikasi pada pendidikan jarak jauh ini sangat membantu sekali. Seperti dapat dilihat, dengan munculnya berbagai pendidikan secara online, baik pendidikan formal atau non-formal, dengan menggunakan fasilitas Internet.

Pendekatan sistem pengajaran yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengajaran secara langsung (real time) ataupun dengan cara menggunakan sistem sebagai tempat pemusatan pengetahuan (knowledge).Hal ini memungkinkan terbentuknya kesempatan bagi siapa saja untuk mengikuti berbagai jenjang pendidikan. Seorang lulusan sarjana dapat melanjutkan ke pendidikan magister secara online ke salah satu Perguruan tinggi yang diminatinya.

Pada zaman ini banyak orang berbicara Distance Education atau pendidikan jarak jauh. Ciri-ciri dari distance learning (DL) antara lain adalah :

a) Sistem pendidikan yang pelaksanaannya memisahkan guru dan siswa. Mereka terpisahkan karena faktor jarak, waktu, atau kombinasi dari keduanya;

b) Karena guru dan siswa terpisahkan, maka penyampaian bahan ajar dilaksanakan dengan bantuan media-e-learning, seperti media cetak, media elektronik (audio, video), atau komputer dengan segala keunggulan yang dimilikinya;

c) Bahan ajarnya bersifat "mandiri". Untuk e-learning atau on-line course bahan ajarnya disimpan dan disajikan di komputer;

d) Komunikasinya dua arah, baik yang disampaikan secara langsung (synchronuous) maupun secara tidak langsung (asynchronuous);

e) Sistem pembelajarannya dilakukan secara sistemik (terstruktur), teratur dalam kurun waktu tertentu. Kadang-kadang juga dilakukan pertemuan antara guru dan siswa, entah dalam forum diskusi, tutorial, atau dengan pertemuan tatap muka ("residential class"). Namun, pertemuan tatap muka tidak boleh mendominasi pelaksanaan pendidikan;

f) Paradigma baru yang terjadi dalam DL adalah peran guru yang lebih bersifat "fasilitator" dan siswa sebagai "peserta aktif" dalam proses belajar-mengajar. Karena itu, guru dituntut untuk menciptakan teknik mengajar yang baik, menyajikan bahan ajar yang menarik, sementara siswa dituntut untuk aktif berpartisipasi dalam proses belajar.

Dalam banyak kasus, hasil DL ini cukup membanggakan dan tidak kalah dengan hasil pendidikan tatap muka. Tentu saja kalau DL tersebut dilaksanakan secara baik dan benar. Sebaliknya, masalah yang sering dihadapi dalam pelaksanaan DL umumnya adalah kurang tersedianya infrastruktur dan sumber daya pendukungnya, kurang siapnya SDM yang terlibat (baik guru, siswa maupun teknisi), cara penyampaiannya yang tidak memerhatikan kaidah-kaidah DL dan kurang atau tidak adanya dukungan kebijakan.

Di samping itu, masyarakat juga sering punya persepsi yang keliru tentang DL. Misalnya, kualitasnya kurang menjamin, biayanya mahal, tidak diakreditasi oleh pemerintah, tidak asyik karena tidak ada interaksi antara siswa dan siswa atau siswa dan guru. Hal seperti ini mestinya tidak perlu terjadi kalau mereka mengerti dan kalau DL itu dilaksanakan secara baik dan benar.

Dalam banyak kenyataan, jarang sekali ditemui DL yang seluruh proses belajar-mengajarnya dilaksanakan dengan e-learning atau on-line learning. Untuk memperkecil kritik terhadap DL, maka blended DL (campuran antara on-line course dan tatap muka) adalah solusinya. Juga dalam blended DL ini tidak juga perlu membentuk lembaga pendidikan sendiri, seperti universitas terbuka, tetapi cukup membuat unit yang khusus menangani blended DL ini. Dengan demikian, pelajaran yang dilakukan secara on-line learning dapat hanya satu atau beberapa saja: tutorialnya saja, satu program studi saja, dan sebagainya.

Pengalaman negara lain dan juga pengalaman distance learning di Indonesia ternyata menunjukkan sukses yang signifikan, antara lain:

 Mampu meningkatkan pemerataan pendidikan;

 Mengurangi angka putus sekolah atau putus kuliah atau putus sekolah;

 Meningkatkan prestasi belajar;

 Meningkatkan kehadiran siswa di kelas,

 Meningkatkan rasa percaya diri;

 Meningkatkan wawasan (outward looking);

 Mengatasi kekurangan tenaga pendidikan; dan

 Meningkatkan efisiensi.

2. PERGESERAN DRASTIS PARADIGMA DUNIA PENDIDIKAN

Dalam kondisi krisis moneter dengan kompetisi bebas di ambang pintu, ada baiknya kita berpikir sejenak tentang kondisi dan pengkondisian Sumber Daya Manusia yang ada di Indonesia. Sudah siapkah kita, mengertikah kita. Tulisan ini akan mengupas beberapa pergeseran mendasar dan drastis paradigma dunia pendidikan karena perkembangan pesat teknologi informasi khususnya internet yang pada akhirnya mempercepat aliran ilmu pengetahuan menembus batas-batas dimensi ruang, birokrasi, kemapanan dan waktu. Kita perlu menyadari bahwa di internet bukan hanya ilmu pengetahuan yang dapat ditransmisikan pada kecepatan tinggi akan tetapi juga data dan informasi. Kemampuan untuk mengakumulasi, mengolah, menganalisa, mensintesa data menjadi informasi kemudian menjadi ilmu pengetahuan yang bermanfaat sangat penting artinya.

Prasyarat lain yang akan mempercepat pergeseran paradigma dunia pendidikan adalah kompetisi bebas, free trade dan hilangnya monopoli. Kemungkinan prasyarat ini yang akan menghambat di Indonesia karena lambatnya adopsi kompetisi bebas di Indonesia. Akan tetapi saya yakin, cepat atau lambat dan mau tidak mau kompetisi bebas akan berjalan di Indonesia karena desakan dunia global. Bagi kami yang bergerak dan betul-betul hidup mengambil manfaat dalam dunia informasi berbasis internet, sebetulnya kompetisi bebas dan perdagangan bebas telah beberapa tahun ini kami nikmati - bahkan resesi ekonomi belum terlalu parah dirasakan. Mudah-mudahan hal ini dapat menggugah sedikit sebagian dari kita yang belum mengambil manfaat masksimal dari internet.

Beberapa konsekuensi logis percepatan aliran ilmu pengetahuan yang akan menantang sistem pendidikan konvensional yang selama ini berjalan antara lain:

1. Sumber ilmu pengetahuan tidak lagi ter pusat pada lembaga pendidikan formal yang konvensional. Akan tetapi sumber pengetahuan akan tersebar di mana-mana dan setiap orang akan dengan mudah memperoleh pengetahuan tanpa kesulitan. Paradigma ini dikenal sebagai distributed intellegence (distributed knowledge). Fungsi guru lembaga pendidikan akhirnya beralih dari sebuah sumber ilmu pengetahuan menjadi mediator dari ilmu penge tahuan tersebut. Proses long life learning dalam dunia informal yang sifatnya lebih learning based daripada teaching based akan menjadi kunci perkembangan SDM. Web, homepage, Search Engine, CD-ROM merupakan alat bantu yang akan mempercepat distributed knowlegde ini berkembang.

2. Ilmu pengetahuan akan terbentuk secara kolektif dari banyak pemikiran yang sifatnya konsensus bersama. Pemahaman akan sebuah konsep akan dilakukan secara bersama. Guru tidak lagi dapat memaksakan pandangan dan kehendaknya karena mungkin para siswa memiliki pengetahuan yang lebih dari informasi yang mereka peroleh selama ini. Keadaan ini dikenal sebagai generation lap (kebalikan dari generation gap). Proses interaksi elektronik, diskusi melalu berbagai internet, mailing list, newsgroup, IRC, Webchat merupakan kunci proses pembentukan collective wisdom ini. Yang menarik di sini adalah dari sisi kurikulum, tidak akan pernah terjadi kurikulum resmi yang rigid - kurikulum akan selalu berubah beradaptasi dengan berbagai perkembangan sesuai dengan collective wisdom yang diperoleh dari waktu ke waktu.

3. Akreditasi, sertifikasi, pengakuan akan lebih banyak ditentukan oleh masyarakat profesional. Dengan kata lain masyarakat profesional yang akan menjadi penilai (quality control) dari lembaga pendidikan yang ada. Kontrol dilakukan dari kemampuan para alumni, sehingga setiap lembaga pendidikan /dosen/guru secara individual akan dinilai langsung oleh masyarakat profesional. Hal ini merupakan tantangan yang berat bagi konsep-konsep lama di lembaga pendidikan formal, konsep kompetisi perlu dikembangkan bagi dunia pendidikan, jadi UN sebaiknya berfungsi sebagai lembaga untuk melakukan penilaian (rangking) bagi masing-masing lembaga pendidikan.

4. Lembaga pendidikan harus melakukan investasi secara periodik bagi guru, jika ingin tetap memimpin di dunia pendidikan. Kegagalan dalam investasi guru akan berakibat kalah dalam persaingan merebut siswa terbaiknya. Intensif bagi guru untuk mendidik diri sendiri bukan datang dari jalur struktural/jabatan; juga bukan dari jenjang kepangkatan tradisional. Reward yang lebih besar akan lebih banyak diperoleh dari pengakuan yang diberikan langsung oleh masyarakat. Akhirnya semua kembali kepada masyarakat profesional yang akan menilai kualitas sebenarnya seseorang. Setelah mengetahui perubahan yang mendasar dari paradigma ini, apa yang perlu dan bisa kita lakukan sebagai bangsa Indonesia.

5. Terus terang pendapat kami pribadi sebagai orang Indonesia akan sangat sederhana yaitu mari kita manfaatkan sebaik-baiknya kesempatan yang semakin terbuka untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan sertifikasi profesional ini untuk kebaikan nasib kita masing-masing. Pendidikan formal bukan lagi satu-satunya media untuk mengembangkan diri, karena ilmu pengetahuan dapat diperoleh dari mana saja. Sertifikasi dan akreditasi pun sebetulnya dapat diperoleh dari mana saja. Bahasa Inggris akan menjadi salah satu aset yang sangat penting untuk dapat mengakses sumber ilmu yang terdistribusi dan menjadi rantai dalam collective wisdom ini. Selain berbahasa Inggris, kemampuan untuk membaca, mencerna dan menulis (menghasilkan) informasi/pengetahuan dengan menggunakan teknologi informasi (internet) akan sangat strategis untuk dapat memperoleh keuntungan dan manfaat yang besar dari keberadaan teknologi informasi.

6. Akan tetapi perlu dihayati bahwa kom petisi akan cukup ketat untuk memperoleh akreditasi dan sertifikasi terbaik. Kerja keras dan kerja sama kemitraan strategis dalam sebuah kelompok akan sangat menentukan keberhasilan kita dalam menentukan keberhasilan kita ke dalam penetrasi pasar. Belajar di kelas saja tanpa mempunyai visi dan kemauan yang kuat untuk bertempur di dunia profesional tidak akan cukup. Bagi dunia pendidikan, skala ekonomi akan dapat dengan mudah dikembangkan dengan bermutu pada teknologi informasi beberapa strategis mendasar yang akan membantu antara lain adalah: Berikan akses internet bagi siswa, penggunaan konsep warung internet yang sifatnya self-finance akan sangat me-nguntungkan bagi investasi dan operasional warung tersebut. Akhirnya siswa dan lembaga pendidikan yang akan diuntungkan. Terus terang, dalam bisnis plan maka modal/investasi sebuah warung internet dengan 5 s.d. 10 komputer di sebuah sekolah dengan sebuah saluran telepon ke internet akan kembali dalam jangka waktu 8-12 bulan saja. Jadi pendekatan warung internet akan menjadi sangat menarik, kunci keberhasilan berdasar pada kemampuan teknik dan manajemen SDM yang menjalankan warung tersebut.

3. SISTEM PENDIDIKAN JARAK JAUH.

Meskipun teknologi merupakan bagian integral dari pendidikan jarak jauh, namun program pendidikan harus fokus pada kebutuhan instruksional siswa, dari pada teknologinya sendiri. Perlu juga untuk dipertimbangkan; umur, kultur, latar belakang sosioekonomi, interes, pengalaman, level pendidikan, dan terbiasa dengan metoda pendidikan jarak jauh. Faktor yang penting untuk keberhasilan sistem pendidikan jarak jauh adalah perhatian, percaya diri dosen, pengalaman, mudah menggunakan perlatan, kreatif menggunakan alat, dan menjalin interkasi dengan mahasiswa.

Pada pembangunan sistem perlu diperhatikan tentang disain dan pengembangan sistem, interactivity, active learning, visual imagery, dan komunikasi yang efektif. Disain dan pengembangan sistem. Proses pengembangan instruksional untuk pendidikan jarak jauh, terdiri dari tahap perancangan, pengembangan, evaluasi, dan revisi. Dalam mendesain instruksi pendidikan jarak jauh yang efektif, harus diperhatikan, tidak saja tujuan, kebutuhan, dan karakteristik guru dan siswa, tetapi juga kebutuhan isi dan hambatan teknis yang mungkin terjadi. Revisi dilakukan berdasarkan masukan dari instruktur, spesialis pembuat isi, dan siswa selama dalam proses berjalan Interactivity. Keberhasilan sistem pendidikan jarak jauh antara lain ditentukan oleh adanya interaksi antara Guru dan siswa, antara siswa dan lingkungan pendidikan, dan antara siswaActive learning. Partisipasi aktif peserta pendidikan jarak jauh mempengaruhi cara bagaimana mereka berhubungan dengan materi yang akan dipelajari.

Visual imagery. Pembelajaran lewat televisi dapat memotivasi dan merangsang keinginan dalam proses pembelajaran. Namun jangan sampai terjadi distorsi karena adanya hiburan. Harus ada penseleksian antara informasi yang tidak berguna dengan yang berkualitas, menentukan mana yang layak dan tidak, mengidentifikasi penyimpangan, membedakan fakta dari yang bukan fakta, dan mengerti bagaimana teknologi dapat memberikan informasi berkualitas. Komunikasi yang efektif. Desain instruksional dimulai dengan mengerti harapan pemakai, dan mengenal mereka sebagai individual yang mempunyai pandangan berbeda dengan perancang sistem. Dengan memahami keingingan pemakai maka dapat dibangun suatu komunikasi yang efektif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar